
Inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi (Boediono, 1993).
Kemudian bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 1985). Samuelson dan Nordhaus dalam buku merekaMacro Economics mendefenisikan inflasi dengan cukup pendek yaitu kenaikan tingkat harga umum. Adapun Bank Indonesia mendefinisikan inflasi dengan kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Definisi di atas mendapat kritikan cukup tajam dari mazhab ekonomi Austria. Ekonom dari mazhab Austria mengatakan bahwa definisi inflasi di atas tidak menggambarkan fakta inflasi sesungguhnya, terlebih lagi adalah faktor pemicu inflasi itu sendiri. Definisi di atas hanya sebatas menjelaskan salah satu akibat inflasi. Dengan kata lain, ia hanya memuat salah satu dari penyebab terjadinya inflasi.
Secara faktual penyebab inflasi sangat beragam, tetapi berdasarkan penyebabnya, Bank Indonesia menggolongkan inflasi ke dalam tiga macam. Pertama, tarikan permintaan (demand-pull inflation). Inflasi ini timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian. Kedua, dorongan biaya (cosh-push inflation). Inflasi ini timbul karena adanya depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, harga minyak dunia, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Ketiga, ekspektasi inflasi. Inflasi ini dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan dan penentuan upah minimum regional.
Boediono (1993) menambahkan inflasi juga terjadi karena struktur pemerintahan (bottle neck inflation), yaitu inflasi yang disebabkan karena berubahnya struktur pemerintahan yang cepat dibandingkan dengan peredaran barang-barang, biasanya inflasi ini terjadi karena perang, bencana alam dan lain sebagainya. Inflasi karena pengeluaran pemerintah (goverment current expenditure inflation), yaitu inflasi yang terjadi jika pemerintah melakukan lebih banyak pengeluarannya untuk pembelian barang-barang dari pada apa yang bisa dicapai dari pungutan pajak.
Meskipun secara umum telah dijelaskan diatas mengenai terjadinya inflasi, namun ada beberapa model yang secara lebih detail mengenai terjadinya inflasi. Beberapa model yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya inflasi antara lain adalah Model Keynesian, Model Ekspektasi, Model Monetaris, Model Kepemimpinan-Gaji, Model Strukturalis, dan Model NeoStrukturalis. Empat model yang disebutkan pertama, banyak digunakan untuk meneliti masalah inflasi di negara-negara maju. Sementara dua model terakhir banyak digunakan untuk meneliti masalah inflasi di negara berkembang, sedangkan model monetaris banyak digunakan baik di negara maju maupun berkembang.
Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam empat kategori. Pertama, inflasi merayap yaitu kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun). Kedua, inflasi menengah yaitu kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi (berkisar antara 10-30%). Ketiga, inflasi tinggi yaitu kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang (berkisar 30-100%). Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi (Nopirin, 1987). Keempat, Hiper Inflasi yaitu inflasi yang tidak terkendali, kondisi ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis (berkisar 100% keatas).
Teori inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar. Beberapa teori mengenai jumlah uang beredar (JUB) antara lain:
1. Teori Klasik
Teori klasik berpendapat, tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang yang beredar. Bila jumlah uang bertambah, harga-harga akan naik. Ini berarti nilai uang menurun karena daya beli menjadi rendah. Pertambahan jumlah uang beredar disebabkan deficit APBN atau adanya perluasan kredit.
2. Teori Keynes
Menurut Keynes yang paling menentukan kestabilan kehidupan ekonomi nasional adalah permintaan masyarakat. Para konsumen, produsen, pemerintah,dan luar negeri bersama-sama akan membeli lebih banyak barang yang dihasilkan kapasitas produksi yang ada. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan-ketegangan di pasar. Produksi tidak dapat dinaikkan karena dibatasi kapasitas produksi. Jumlah barang dan jasa yang diproduksi tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar sehingga harga-harga menjadi naik dan timbul lagi inflasi.
Secara garis besar, teori inflasi dibagi dalam tiga kelompok yang menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi.
1. Teori Kuantitas
Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa datang.
2. Teori Keynes
Menurut Keynes, "inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuannya (secara ekonomis). Terjadi perubahan rezeki diantara kelompok-kelompok social dalam masyarakat". Masing-masing kelompok menginginkan bagian yang lebih besar dari pada kelompok yang lain. Proses perebutan ini menyebabkan permintaan masyarakat terhadap barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia.
3. Teori Strukturalis
Teori ini memberikan tekanan pada kekuatan dari struktur perekonomian seperti yang terjadi di Negara-negara berkembang. Ada kekuatan utama dalam perekonomian perekonomian Negara-negara sedang berkembang yang bias menimbulkan inflasi kekuatan ini terdiri dari:
• Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sector lain.
• Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan yang tumbuh tidak secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita sehingga harga bahan makanan naik melebihi kenaikan harga barang lain.
0 komentar:
Posting Komentar